Jumat, 30 Mei 2014
Pengen Ke Inggris Gara-gara Bahasa Inggris
Bonta adalah seorang anak desa yang lahir di zaman modern. Keluarganya adalah keluarga yang sederhana. Bapaknya adalah seorang guru dan ibunya adalah penjual di warung. Rumahnya gak begitu besar, tapi setidaknya masih bisa ditempati. Walaupun hidup serba apa adanya, tapi mereka tetap bersyukur.
Beberapa waktu yang lalu, bapaknya Bonta ingin pindah untuk mengajar di sebuah sekolah di kota metropolitan. Karena gaji untuk mengajar disana lebih besar daripada di desa, untuk itu bapaknya memilih untuk mengajar disana. Namun sayangnya, sang ibu tidak bisa ikut, karena harus tetap menjaga warung di desa. Jadinya, mereka berpisah. Walaupun sedih karena harus jauh dari ibunya, tapi Bonta tetap memilih untuk ikut dengan bapaknya, karena dia memiliki kesempatan untuk bersekolah di kota. Selain itu, peluang untuk menjadi orang sukses di kota lebih memungkinkan, karena kesempatan kerja di kota lebih besar dibandingkan di desa.
Tapi kenyataannya, tinggal di kota itu gak seindah yang dibayangkan. Di kota itu panas, sumpek, kendaraan dimana-mana dan asap polusi juga banyak. Di sekolah pun Bonta belum bisa menyesuaikan diri, karena belum terbiasa dengan kehidupan sosialnya yang modern. Selain itu, di sekolahnya ternyata ada pelajaran baru yang belum pernah diajarkan di sekolahnya di desa, yaitu pelajaran Bahasa Inggris.
Selama ini yang dipelajari Bonta di sekolahnya di desa hanya Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Dia gak mengenal yang namanya Bahasa Inggris. Karena itu, dia bertanya kepada salah satu temannya kalau Bahasa Inggris itu bahasa apa. Temannya pun menjawab kalau Bahasa Inggris itu adalah bahasa internasional yang digunakan seluruh orang di dunia. Makanya murid di sekolah wajib belajar bahasa tersebut. Temannya mengakhiri penjelasannya dengan cibiran "deso" untuknya.
Mendengar hal tersebut, Bonta semakin tambah penasaran, dicampur dengan rasa kagum dan sedikit kesal. Betapa hebatnya Bahasa Inggris hingga bisa digunakan oleh seluruh orang di dunia. Semenjak mengetahui hal itu, Bonta jadi selalu bersemangat saat mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Dengan uang tabungannya yang ada, dia juga membeli kamus besar Bahasa Indonesia-Inggris untuk membantunya belajar. Tapi, setelah beberapa minggu berlalu, Bonta masih juga belum bisa berbahasa Inggris. Hal itu membuat dia stress. Selain itu, uang tabungannya juga sudah habis untuk membeli kamus.
Pada suatu hari, kelasnya disuruh membawa Notebook untuk belajar cara membuat presentasi besok. Sebagai orang desa, dia gak tahu apa itu Notebook. Tapi kali ini, walaupun dilanda kebingungan, Bonta gak mau bertanya, karena dia gak mau dibilang deso lagi. Jadi dia mencari tahu sendiri apa arti Notebook di kamusnya. Dan dia menemukan artinya kalau Notebook adalah buku catatan. Bonta pun merasa bingung, padahal dia selalu membawa buku catatan ke sekolah setiap hari. Tapi dia gak terlalu memikirkan hal tersebut, dan pergi tidur begitu saja.
Tibalah hari esok, saat di kelas mata Bonta terbelalak kaget. Teman-temannya semua membawa benda seperti TV, tapi ukurannya lebih kecil. Dalam kebingungannya itu, terpaksa dia bertanya kepada temannya. Temannya pun memberi tahu kalau benda itu adalah Laptop alias Notebook, sebuah komputer yang bisa dibawa kemana-mana. Bonta pun menerima cibiran deso lagi dari temannya. Tibalah waktunya belajar membuat presentasi. Tapi karena Bonta gak membawa laptop, terpaksa dia harus berbagi laptop bersama temannya. Saat sedang mengunakan laptop, dia agak sedikit shock disertai keringat dingin. Karena di laptopnya semua mengunakan Bahasa Inggris. Melihat ini, dia menyadari bahwa dirinya jauh ketinggalan zaman.
Gara-gara hari itu, semangat Bonta mulai pudar. Dia merasa betapa susahnya menjadi orang sukses, karena yang pertama dia gagap teknologi (gaptek), yang kedua dia gak bisa Bahasa Inggris dan yang terakhir uang tabungannya sudah habis. Hidupnya terasa hancur berantakan. Rasanya dia ingin balik ke desa, dan kembali hidup apa adanya. Saat sedang membayangi tentang desanya, dia jadi teringat dengan ibunya di warung. Mengingat hal itu, Bonta pun langsung bangkit dari keputus asaannya. Mulai saat itu, dia akan terus berusaha demi membanggakan orang tuanya, terutama ibunya di desa.
Sepulang sekolah keesokan harinya, Bonta gak langsung pulang ke rumah. Tapi dia sedang mondar mandir sambil memikirkan solusi untuk masalahnya. Bagaimana caranya supaya dia bisa Bahasa Inggris dan gak gaptek, tapi gak perlu mengeluarkan uang yang banyak. Kalau ikut les Bahasa Inggris, biayanya mahal, beli laptop, harganya juga mahal, sedangkan kalau minjam laptop temannya, belum tentu dikasih. Hari sudah menjelang sore, dan dia masih belum menemukan solusinya. Akhirnya, Bonta memutuskan untuk pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, dia melihat sebuah kertas yang tertempel di depan pintu kaca yang bertuliskan “Lowongan kerja penjaga warnet”. Melihat selembar kertas tersebut, dia jadi penasaran dan memutuskan untuk masuk kesana.
Saat sudah di dalam, Bonta cuman bisa bengong. Ini pertama kalinya dia ke warnet. Disana dia melihat banyak sekali komputer berjejeran. Tempatnya juga enak dan gak panas, karena ada pendingin ruangan. Lalu Bonta mencari si pemilik warnet untuk menanyakan tentang lowongan kerja tersebut. Karena belum memiliki kemampuan tentang komputer sama sekali, akhirnya dia diberi pekerjaan sebagai, pembantu penjaga warnet. Walaupun gajinya gak sebesar penjaga warnet, tapi Bonta bersyukur diberi kesempatan berkerja disana.
Mulai hari itu, Bonta selalu pergi ke warnet setelah pulang sekolah untuk bekerja. Saat dia bekerja, dia juga diperbolehkan mengunakan komputer disana, sekalian untuk belajar. Selama bekerja di warnet tersebut, Bonta mulai mengenal yang namanya internet. Dia mengetahui bahwa berbagai macam hal bisa ditemukan di internet. Bukan cuman itu aja, dia juga mulai mengenal sosial media. Hal ini memberikannya kesempatan untuk memperluas ilmu Bahasa Inggris, pengetahuan teknologi dan kehidupan sosial yang modern.
Setelah cukup lama bekerja di warnet tersebut, Bonta mulai mahir berbahasa Inggris dan mengerti tentang kemajuan teknologi. Karena ketekunannya juga, Bonta telah menjadi murid paling jago Bahasa Inggris di sekolahnya. Selain itu, dia sudah gak lagi menjadi orang deso, karena dia memiliki berbagai macam akun sosial media. Bonta pun menjadi orang yang gaul dan up to date di sekolahnya. Tapi walaupun demikian, Bonta masih tetap menyimpan rasa penasaran terhadap Bahasa Inggris tersebut.
Di suatu waktu, dia coba mencari tentang asal-usul Bahasa Inggris untuk mengisi waktunya. Setelah cukup lama duduk di depan komputer, akhirnya dia menemukan sebuah negara yang bernama Inggris yang terletak di Benua Eropa. Saat mengetahui hal itu, Bonta terdiam sejenak sambil membayangi Negara tersebut. Itu adalah Inggris, negara yang bahasanya digunakan di seluruh dunia. Dan, pada titik itu, dia pun bercita-cita untuk menginjakan kaki disana, demi menghilangkan rasa penasarannya.
Semenjak hari itu, Bonta semakin giat belajar Bahasa Inggris. Dia juga telah berhasil menjuarai berbagai lomba-lomba Bahasa Inggris hingga ke tingkat nasional. Hingga akhirnya dia mendapat tawaran beasiswa untuk sekolah di luar negeri, yaitu di Inggris.
Akhirnya, Semua usaha dan kerja keras Bonta telah membuahkan hasil, dan dia bisa menginjakan kakinya ke negara yang sudah membuat dia penasaran setengah mati selama ini. Saat itu pula, dia juga ingin lebih mendalami ilmu Bahasa Inggrisnya. Bonta si anak deso, sekarang telah menjadi Bonta si anak Inggris.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar